Thursday, May 16, 2013

Hasil Diskusi Mengenai Planning An EMR Implementation

1. Apa pendapat anda mengenai situasi tersebut? Alasan apa yang menyebabkan kelompok physician memutuskan untuk tidak terlibat dengan program EMR dan mandiri?
Jawaban :  
Situasi tersebut adalah hal yang wajar terjadi pada organisasi dalam hal ini rumah sakit apabilan ada sebuah rancangan untuk hal baru perbedaan pendapat mengenai sistem yang digunakan tidak menjadi hal yang membuat salah satu pihak tidak terlibat dalam hal tersebut, melainakan seharusnya dikoordinasikan agar ditemukan suatu kesepakatan yang dapat menjadi jalan keluar yang dapat mendukung kemajuan organisasi. Mungkin bagi LWMC sistem CPOE lebih baik dari pada sistem EMR tapi menurut WMS(kelompok physician)  sistem EMR lebih baik dari pada sistem EMR. Memang  suatu organisasi butuh  perubahan untuk mendukung kemajuan organisasi tapi apabila perubahan yang baru itu harus dimulai dari awal maka ha tersebut akan sia-sia saja. Dalam kasus ini EMRmerupakan sistem yang sudah bertahun-tahun digunakan oleh rumah sakit dan hasil dai sistem ini pun tidak mengecewakan bahkan berhasil menimbulakan kepuasan bagi rumah sakit, lau untuk apa kita memulai sistem baru dari awal yang belum tentu berhasil nantinya sebaikanya sistem yang lama harus selalu dikembangkan agar dapat mendukung kemajuan organisasi.

Alasan kelompok physician melepaskan diri dari sistem EMR tersebut adalah
a. Kekecewaan Physician terhadap LWMC yang mungkin pada saat pemutusan program CPOE tidak meminta pendapat dari para physician.
b. Kredibilitas dari CPOE masih perlu dipertanyakan untuk menghasilkan sesuatu yang membangakan.
c. Physician mungkin merasa tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan EMR baru padahal mereka sebelumnya telah memilih EMR sebagai sistem informasi rumah sakit.

2. Jika anda sebagai CEO, langkah apa yang anda ambil untuk menjebatani antara rumah sakit dengan physician IT ? haruskah EMR dilanjutkan atau menuggu sampai CPOE selesai dan siap digunakan? Haruskah sistem yang dilaksanakan harus dari orang-orang yang sama dari dua sistem tersebut?
Jawaban : 
Sebagai pihak ketiga(CEO) saya akan mempertemukan dan mendiskusikan dengan para menejemen  rumah sakit dan physician mengenai hal-halo yang mereka inginkan untuk mendapatkan kesepakatan mengenai sistem yang akan dipilih selanjutnya , dari diskusi ini kesenjagan yang terjadi diharapkan dapat diatasi dan memuaskan keduaa belah pihak.

Jika diminta untuk menuruskan EMR atau menunggu sampai CPOE selesai dibuat maka kami memilih untuk tetap menggunakan EMR dan mengembangkannya hal ini disebabkan oleh  : 
a. EMR merupakan sistem yang sangat baik dan untuk menunjang sistem informasi kesehatan rumah saki dan yang perlu dilaksanakan adalah pengembangaanya. Buat apa kita menggunakan sistem baru yang pelaksanaanya belum tentu memuaskan.
b. Petugas IT kita sudah terbiasa dengan EMR sehingga apabila menggunakn CPOE harus pelatihan kembali.
c. Dana untuk membuat sistem baru itu lebih besar dari pada menggembangkan sistem yang sudah ada.

Pengembangan sistem EMR ini akan tetap menggunakan orang-orang yang sudah lama digunakan oleh rumah sakit karena dengan orang-orang lama tersebut sudah mengetahui hal-hal apa saja yang dipelikan untuk keperluan rumah sakit sehingga pelatihan yang akan dilakukan oleh physician hanya berupa pengembangan tidak dimulai dari awal.

3. LWMC sangat perhatian terhadap kelompk physician yang tidak memgikuti perkembangan terhadap tantangan EMR, dimana hal ini tidak ada standar pengukuran tujuan sistem, dan hal ini hanya akan membuat implentasi EMR tidak begitu berhasil. Lalu bagaimana hal ini pendapat ini terhadap hal ini?
Jawaban :
Seharusnya dalam hal ini organisasi mampu untuk memotivasi bagi para physician untuk lebih mau mengembangkabn sistem EMR  melaui berbagai cara seperti : pemberian reward, kenaikan jabatan, tambahan gaji. Hal ini dapat membangkitkan semngat para physician untuk mengembangkan sistem Emr dan bagi yang tidak mau ikut berpartisipasi dalam pengembangan sistem ini akan diberi konsekuensi seperti diberi teguran hingga yang lebih para jenjang karirnya tidak akan meningkat dan insentif ekonominya hanya sebesar itu saja.



Wednesday, May 15, 2013

Indonesia Luncurkan "SIKDA Generik"

Salah satu aspek penting dalam pembangunan masyarakat sehat adalah sistem informasi kesehatan (SIK) yang baik. SIK diperlukan untuk menjalankan upaya kesehatan dan memonitoring agar upaya tersebut efektif dan efisien. Oleh karena itu, data informasi yang akurat, pendataan cermat, dan keputusan tepat kini menjadi suatu kebutuhan. 

Sistem informasi kesehatan yang baik harus terintegrasi mulai dari tingkat daerah hingga tingkat nasional. Untuk mewujudkan sistem informasi kesehatan yang baik maka diperlukan suatu aplikasi sistem informasi kesehatan yang "berstandar nasional" untuk memudahkan dalam mengakomodir kebutuhan data dari tingkat pelayanan kesehatan, kabupaten/kota, provinsi hingga pusat. Diharapkan aliran data dari level paling bawah sampai ke tingkat pusat dapat berjalan lancar, terstandar, tepat waktu, dan akurat sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan melalui Pusat Data dan Informasi meluncurkan aplikasi "SIKDA GENERIK" pada awal tahun 2012 yang dirancang dan dibuat untuk memudahkan petugas saat melakukan pelaporan ke berbagai program di lingkungan Kementerian Kesehatan, meliputi puskesmas dan rumah sakit baik pemerintah maupun swasta.


"Manfaat SIKDA elektronik dalam hal administrasi, manfaat tersebut dapat dirasakan baik oleh masyarakat secara langsung maupun oleh petugas sebagai penyelenggara kesehatan, karena waktu tunggu pasien berkurang, alur lebih jelas, dan mengurangi beban administrasi petugas kesehatan sehingga pelayanan menjadi lebih efektif dan efisien. Selanjutnya, dalam hal medis, SIKDA elektronik mampu meminimalisasi terjadinya kesalahan medis, dan secara tidak langsung meningkatkan penggunaan obat generik di masyarakat”, ujar dr. Jane, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan.

Beberapa daerah di Indonesia telah lebih dulu berinovasi dan merasakan manfaat atas penggunaan e-health, yaitu penerapan teknologi informasi komunikasi untuk sistem informasi kesehatan, antara lain Kabupaten Purworejo, Kab. Bantul, Kab. Ngawi, Kab. Padang Pariaman, Kota Bandung, Kota Jembrana, Kota Batam, Kota Balikpapan, kota Tomohon, Prov. DIY, Prov. NTB, Prov.Aceh, juga di hampir seluruh RS tipe A, RS vertikal dan RS swasta.

Intinya, aplikasi “SIKDA Generik” merupakan penerapan standarisasi Sistem Informasi Kesehatan , sehingga diharapkan dapat tersedia data dan informasi kesehatan yang cepat, tepat dan akurat dengan mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengambilan keputusan/kebijakan dalam bidang kesehatan.

Sumber : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) Elektronik Diimplementasikan di Indonesia. (www.depkes.go.id, diakses 10 Mei 2013)

PDFPrintE-mail




Apa itu Sistem Informasi Kesehatan?


Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi diseluruh seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat.

Pengertian sistem informasi kesehatan adalah gabungan perangkat dan prosedur yang digunakan untuk mengelola siklus informasi (mulai dari pengumpulan data sampai pemberian umpan balik informasi) untuk mendukung pelaksanaan tindakan tepat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kinerja sistem kesehatan.

Sistem Informasi Kesehatan (SIK)  adalah integrasi antara perangkat, prosedur  dan kebijakan yang digunakan untuk mengelola siklus informasi secara sistematis untuk mendukung pelaksanaan manajemen kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam kerangka pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Dalam literature lain menyebutkan bahwa SIK adalah suatu sistem pengelolaan data dan informasi kesehatan di semua tingkat pemerintahan secara sistematis dan terintegrasi untuk mendukung manajemen kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Menurut WHO, sistem informasi kesehatan merupakan salah satu dari 6 “building block” atau komponen utama dalam sistem kesehatan di suatu Negara. Keenam komponen (building block) sistem kesehatan tersebut adalah:
1. Service delivery (pelaksanaan pelayanan kesehatan).
2. Medical product, vaccine, and technologies (produk medis, vaksin, dan teknologi kesehatan).
3. Health worksforce (tenaga medis)
4. Health system financing (system pembiayaan kesehatan)
5. Health information system (sistem informasi kesehatan)
6. Leadership and governance (kepemimpinan dan pemerintah)

Sedangkan di dalam tatanan Sistem Kesehatan Nasional, SIK merupakan bagian dari sub sistem ke 6 yaitu pada sub sistem manajemen, informasi dan regulasi kesehatan. 

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi kesehatan merupakan sebuah sarana sebagai penunjang pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Sistem informasi kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di semua jenjang, bahkan di puskesmas atau rumah sakit kecil sekalipun. Bukan hanya data, namun juga informasi yang lengkap, tepat, akurat, dan cepat yang dapat disajikan dengan adanya sistem informasi kesehatan yang tertata dan terlaksana dengan baik.

Sumber : 
Nurhotimah. Pengertian Sistem Informasi Kesehatan dan Sistem Informasi Keperawatan. (http:/nurhotimah18.blogspot.com/2012/07/pengertian-sistem-informasi-kesehatan.html, diakses 10 Mei 2013).


Tuesday, May 14, 2013

Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan di Rumah Sakit


Sistem informasi rumah sakit tidak dapat lepas kaitannya dengan sistem informasi kesehatan karena sistem ini merupakan aplikasi dari sistem informasi kesehatan itu sendiri. Untuk itu, perlu kita mengetahui sedikit tentang sistem informasi rumah sakit yang ada di Indonesia, mulai dari rancang bangun (desain) sistem informasi rumah sakit hingga pengembangannya.

Untuk menyusun SIRS digunakan 4 pertanyaan sederhana sebagai berikut:
a. Apa fungsi/tugas utama dari rumah sakit ? Jawaban pada umumnya adalah layanan kesehatan
b. Apa objek/sasaran dari fungsi/tugas utama rumah sakit ? Jawaban pada umumnya adalah pasien/penderita
c. Dukungan operasional apa saja yang diperlukan oleh rumah sakit ? Jawaban pada umumnya adalah tenaga kerja, keuangan dan sarana/prasaran
d. Sistem apa yang dibutuhkan untuk mengelola rumah sakit tersebut ? Jawaban pada umumnya adalah manajemen rumah sakit.

Berdasarkan jawaban tersebut, maka SIRS terdiri dari:
a. Subsistem Layanan Kesehatan, yang mengelola kegiatan layanan kesehatan.
b. Subsistem Rekam Medis, yang mengelola data pasien.
c. Subsistem Personalia, yang mengelola data maupun aktivitas tenaga medis maupun tenaga administratif rumah sakit.
d. Subsistem Keuangan, yang mengelola data-data dan transaksi keuangan.
e. Subsistem Sarana/Prasarana, yang mengelola sarana dan prasarana yang ada di dalam rumah sakit tersebut, termasuk peralatan medis, persediaan obat-obatan dan bahan habis pakai lainnya.
f. Subsistem Manajemen Rumah Sakit, yang mengelola aktivitas yang ada didalam rumah sakit tersebut, termasuk pengelolaan data untuk perencaan jangka panjang, jangka pendek, pengambilan keputusan dan untuk layanan pihak luar.

Pengembangan Sistem Informasi Rumah Sakit
Dalam melakukan pengembangan SIRS, pengembang haruslah bertumpu dalam 2 hal penting yaitu “kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS” dan “sasaran pengembangan SIRS” tersebut. Adapun kriteria dan kebijakan yang umumnya dipergunakan dalam penyusunan spesifikasi SIRS adalah sebagai berikut :
a. SIRS harus dapat berperan sebagai subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional dalam memberikan informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu.
b. SIRS harus mampu mengaitkan dan mengintegrasikan seluruh arus informasi dalam jajaran Rumah Sakit dalam suatu sistem yang terpadu.
c. SIRS dapat menunjang proses pengambilan keputusan dalam proses perencanaan maupun pengambilan keputusan operasional pada berbagai tingkatan.
d. SIRS yang dikembangkan harus dapat meningkatkan daya-guna dan hasil-guna terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi rumah sakit yang telah ada maupun yang sedang dikembangkan.
e. SIRS yang dikembangkan harus mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan dimasa datang.
f. Usaha pengembangan sistem informasi yang menyeluruh dan terpadu dengan biaya investasi yang tidak sedikit harus diimbangi pula dengan hasil dan manfaat yang berarti (rate of return) dalam waktu yang relatif singkat.
g. SIRS yang dikembangkan harus mampu mengatasi kerugian sedini mungkin.
h. Pentahapan pengembangan SIRS harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing subsistem serta sesuai dengan kriteria dan prioritas.
i. SIRS yang dikembangkan harus mudah dipergunakan oleh petugas, bahkan bagi petugas yang awam sekalipun terhadap teknologi komputer (user friendly).
j. SIRS yang dikembangkan sedapat mungkin menekan seminimal mungkin perubahan, karena keterbatasan kemampuan pengguna SIRS di Indonesia, untuk melakukan adaptasi dengan sistem yang baru.
k. Pengembangan diarahkan pada subsistem yang mempunyai dampak yang kuat terhadap pengembangan SIRS.

Atas dasar dari penetapan kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS tersebut di atas, selanjutnya ditetapkan sasaran pengembangan sebagai penjabaran dari Sasaran Jangka Pendek Pengembangan SIRS, sebagai berikut:
a. Memiliki aspek pengawasan terpadu, baik yang bersifat pemeriksaan atau pengawasan  (auditable) maupun dalam hal pertanggungjawaban penggunaan dana (accountable) oleh unit-unit yang ada di lingkungan rumah sakit.
b. Terbentuknya sistem pelaporan yang sederhana dan mudah dilaksanakan, akan tetapi cukup lengkap dan terpadu.
c. Terbentuknya suatu sistem informasi yang dapat memberikan dukungan akan informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu melalui dukungan data yang bersifat dinamis.
d. Meningkatkan daya-guna dan hasil-guna seluruh unit organisasi dengan menekan pemborosan.
e. Terjaminnya konsistensi data.
f. Orientasi ke masa depan.
g. Pendayagunaan terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi yang telah ada maupun sedang dikembangkan, agar dapat terus dikembangkan dengan mempertimbangkan integrasinya sesuai.

Sistem Informasi Rumah Sakit yang berbasis komputer (Computer Based Hospital Information System) memang sangat diperlukan untuk sebuah rumah sakit dalam era globalisasi, namun untuk membangun sistem informasi yang terpadu memerlukan tenaga dan biaya yang cukup besar. Kebutuhan akan tenaga dan biaya yang besar tidak hanya dalam pengembangannya, namun juga dalam pemeliharaan SIRS maupun dalam melakukan migrasi dari sistem yang lama pada sistem yang baru. Selama manajemen rumah sakit belum menganggap bahwa informasi adalah merupakan aset dari rumah sakit tersebut, maka kebutuhan biaya dan tenaga tersebut diatas dirasakan sebagai beban yang berat, bukan sebagai konsekuensi dari adanya kebutuhan akan informasi. Kalau informasi telah menjadi aset rumah sakit, maka beban biaya untuk pengembangan, pemeliharaan maupun migrasi SIRS sudah selayaknya masuk dalam kalkulasi biaya layanan kesehatan yang dapat diberikan oleh rumah sakit itu. Perlu disadari sepenuhnya, bahwa penggunaan teknologi informasi dapat menyebabkan ketergantungan, dalam arti sekali mengimplementasikan dan mengoperasionalkan SIRS, maka rumah sakit tersebut selamanya terpaksa harus menggunakan teknologi informasi. Hal ini disebabkan karena perubahan dari sistem yang terotomasi menjadi sistem manual merupakan kejadian yang sangat tidak menguntungkan bagi rumah sakit tersebut.

Perangkat lunak SIRS siap pakai yang tersedia di pasaran pada saat ini sebagian besar adalah perangkat lunak SIRS yang hanya mengelola sebagian sistem atau beberapa subsistem dari SIRS. Untuk dapat memilih perangkat lunak SIRS siap pakai dan perangkat keras yang akan digunakan, maka rumah sakit tersebut harus sudah memiliki rancang bangun (desain) SIRS yang sesuai dengan kondisi dan situasi rumah.

Referensi : Sanjoyo, Raden. Sistem Informasi Kesehatan. (Http:// yoyoke.web.ugm.ac.id/, diakses 11 Mei 2013)